Cari Blog Ini

Selasa, 18 Januari 2011

KISI-KISI UASBN SD/MI TAHUN 2011

Untuk mempersiapkan ujian akhir sekolah berstandar nasional UASBN SD/MI tahun 2011, maka berikut ini saya muat kisi-kisi soal UASBN tahun 2011. Bapak Ibu guru silahkan KLik atau download di sini tentang Permendiknas No 2 Tahun 2011. Semoga Bermanfaat!

Selasa, 04 Januari 2011

Implementasi Konstruktivistik dalam Pembelajaran

Temanggung, 19-21 Desember 2010.

Teori belajar  konstruktivisme menekankan bahwa belajar adalah proses aktif siswa untuk mengolah informasi baru berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya sebelumnya.  Dalam proses pembelajaran, siswa harus mendapatkan penekanan, aktif  mengembangkan pengetahuan mereka, dan bertanggung jawab terhadap hasil belajar. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Jean Piaget, Lev Vygotsky dan Jerome Bruner merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme. Mereka merupakan peletak dasar paham konstruktivisme dengan kajiannya bertahun-tahun dalam bidang psikologi dan perkembangan intelektual anak. Piaget (1886-1980) adalah seorang ahli psikologi Swiss, yang mendalami bagaimana anak berpikir dan berproses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual. Piaget menjelaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia sekitarnya. menurut Peaget, siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodivikasi pengetahuan awal mereka.

Kompetensi Dasar Guru sebagai Agen Pembelajaran (Implementasi dari Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen)

(Disajikan dalam workshop “Bedah Profesionalisme guru” pada 7 Maret 2010 di Wonosobo)



Masalah yang terus menjadi masalah dalam dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa kurang di dorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan sistematis. Proses pembejaran lebih diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi. Otak siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi tersebut dan tidak berupaya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika peserta didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin dalam aplikasi.

Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata pelajaran sains tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam proses pembelajaran. Mata pelajaran agama, tidak dapat mengembangkan sikap yang sesuai dengan norma-norma agama, karena proses pembelajaran hanya diarahkan agar siswa bisa menguasai dan menghafal materi pembelajaran. Mata pelajaran bahasa tidak diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, karena yang dipelajari lebih banyak bahasa sebagai ilmu bukan sebagai alat komunikasi. Anak hafal masalah perkalian dan pembagian, tetapi mereka bingung berapa harus membayar manakala ia disuruh membeli 2,5 kg telur, dengan harga satu kilogram Rp 12.500,-; Anak juga hafal langkah-langkah berpidato, tetapi mereka bingung ketika mereka disuruh bicara di muka umum. Gejala-gejala seperti ini merupakan gejala umum dari hasil proses pendidikan kita.