Cari Blog Ini

Senin, 12 April 2010

Kita merasa nyaman dalam ketertinggalan

Belum lama ini saya ada acara DLC meeting di Kantor DBE 2 di Gedung Bursa Efek Indonesia Jl. Sudirman Jakarta. Karena jarak kami menginap di Hotel Crown cukup jauh maka harus ditempuh dengan naik taxi. Kami bersebelas harus memesan 4 taxi untuk mengantar kami.

Terceritalah saya memilih taxi yang datang pertama kali. Sepanjang perjalanan kami ngobrol sana-sani. Obrolan mulai dari basa-basi hingga hal-hal yang akan dibahas pada meeting nanti. Karena asyiknya ngobrol kami kurang memperhatikan sepanjang perjalanan dan sangat percaya dengan sopir, bahwa Kami pasti akan diantar sampai tujuan.

Kami merasa rombongan lain masih di belakang dan mungkin butuh beberapa waktu lagi untuk sampai kantor. Tak berapa lama kami sampai kantor. Dan begitu terperangahnya kami ternyata, teman-teman yang tadinya kami tinggal duluan ternyata telah menunggu kami di meja meeting. Ternyata kami sampai di kantor paling terakhir dibanding 3 rombongan yang lain, padahal kami berangkat paling awal.

Pelajaran yang bisa kami peroleh dari peristiwa ini adalah kita ternyata sering merasa nyaman dalam kondisi ketertinggalan, karena kita berada bersama-sama dengan orang yang senasip tertinggal.

Kita tidak merasa bodoh karena orang-orang disekitar kita juga orang yang bodoh. Kita tidak merasa miskin, karena orang disekeliling kita adalah orang-orang miskin.  Kita sering merasa sudah bisa karena berada bersama dengan orang-orang yang belum bisa apa-apa.

Negeri ini sebenarnya sudah ketinggalan banyak dengan negeri-negeri tetangga. Namun kita merasa nyaman saja dengan kondisi ini karena kita adalah satu penumpang yang sama. Kebetulan juga kita jarang berkomunikasi dengan negeri tetangga, untuk saling berbagi cerita tentang kondisi di negeri kita masing-masing.

Teman, tentu kita tidak ingin menjadi bus terakhir dalam rombongan bangsa-bangsa di dunia ini. Untuk itu mari kita perbaiki pergaulan, dan selalu berkomunikasi dengan orang lain yang berada di luar rombongan ini.